Nayla tidak pernah menduga, Arman suaminya tega berselingkuh Di belakangnya, setelah apa yang sudah mereka lalui bersama. Pahitnya kehudupan di awal pernikahan, mampu mereka lewati bersama. Senyum dan pelukan, selalu hangat menghiasi hari-hari mereka. Namun, setelah pintu rezeki terbuka lebar untuk rumahtangga mereka, Arman malah membagi cinta dengan wanita lain. Nayla dipaksa menerima madunya. Arman lupa, Nayla lah yang mendampinginya saat susah, nylalah yang membesarkannya menjadi lelaki terpandang, dia lupa, Nayla lah yang menciptakan resep untuk restoran mereka. Akankah Nayla mau di madu dan mempertahankan pernikahannya? Atau memilih bercerai? Baca kelanjutan cerita ini, yuk, Gaes. Perjuanga seorang istri yang tersakiti.
Aleesa berlari ke kamar mengemasi barang-barangnya, lalu keluar membawa tas rangsel di pundak. Sigap, Jose menarik tangannya, "Aleesa! Kamu mau kemana?" tanyanya denga mata memelas. Aleesa tidak menoleh sedikit pun, ditepisnya tangan lelaki itu dan berusaha keluar dari villa. Tak ada kata yang mampu terucap dari bibirnya, lidahnya terasa kelu, tubuhnya bergetar hebat menahan amarah, benci, dan malu. "Aleesa kumohon jangan begini. Baiklah, aku minta maaf atas perkataanku, aku tidak bermaksud menyakitimu. kumohon jangan pergi." Permintaan maaf itu tidak memberi efek apa pun pada Aleesa. Gadis itu terlanjur frustasi. Ia merasa sudah tidak sanggup lagi menahan panasnya darah yang mendidih. Ditolehnya mata yang memelas itu. "Mingir! Biarkan saya pergi." Gerangnya dengan suara bergetar. Karena Jose tetap bertahan ditempatnya, ditabraknya saja tubuh tegap itu, memaksanya menyingkir. Jose mengencangkan kuda-kudanya, ia tetap menghalangi Aleesa keluar dari villa itu. Kini, dia tidak peduli lagi dengan wibawa, persetan dengan harga diri, dia hanya ingin melihat gadis itu tersenyum kembali.
"Pliss, Nes, Gue mau pulang" Tiyas memohon, berbisik ke telinga Anes. Wanita itu tidak menggubris permintaan Tiyas, ia malah mencengkram tangan Tiyas dan memaksa masuk. "Hai, semua," sapa Anes, sembari berjalan menuju sofa. "Hai Nes, Masuk! Ajak teman, Lo!" balas Adit sambil menoleh ke arah Tiyas. Anesya menarik tangan Tiyas yang mulai keringat dingin. Adit tersenyum tipis melihat Tiyas yang tampak nyata ketakutan. "Hai Cantik, sini, gabung, yuk!" sapa Adit pada Tiyas. Menyadari dirinya dalam bahaya, Tiyas mencoba untuk tetap tenang.ia tidak lagi merengek minta pulang. Ia duduk disebelah Anes. Barang barang menyesatkan itu terhidang dengan bebas di meja, sepertinya Anes sudah terbiasa menggunakan barang haram itu, nampak dari caranya memindahkan cairan dalam ampul kedalam spead. Tiyas menatap Anes dalam diam, bibirnya terkunci rapat. Matanya terpejam ngeri saat melihat jarum menembus kulit teman lamanya itu. "Mau coba, Yas?" tanya Anes sambil mendekatkan satu ampul morfin dan sebuah jarum suntik pada Tiyas. Tiyas menggeleng, tubuhnya mengkeret. Adit menikmati tingkah Tiyas yang sejak awal telah menarik perhatiannya. Tubuh Anes melemas setelah cairan putih itu membiusnya, ia berdiri dan berjalan gontai menuju sofa di sudut kiri ruangan, lalu terkulai. Tiyas tampak gelisah matanya nanar menatap sekeliling.